Ruang Politis Media Sosial di Indonesia

Indonesia adalah Republik Kapling menurut Sosiolog Universitas Indonesia Thamrin Amal Tomagola. Fenomena ini menjadi ancaman dan peluang bagi semua parpol, khususnya sembilan parpol di DPR saat ini. Partai-partai yang mengelola ide berbasis  sara mulai dan akan ditinggalkan oleh konsituennya. Revolusi teknologi informasi  memicu modernisasi dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk politik. Kini,  teknologi informasi memaksa partai eksklusif dan ortodoks menjadi modern, demokratis, dan progresif. Kampanye online melalui berbagai media sosial, misalnya, telah menjadi kekuatan alternatif untuk  mengubah  sikap politik. Proses demokratisasi pun masuk berbagai lapisan masyarakat. Ekosistem media sosial pun menjanjikan potensi ancaman kehilangan ceruk konstituen dan peluang memperbesar pasar konstituen masing-masing parpol.  Ancaman lebih besar daripada peluang bila parpol menggunakan teknologi informasi tanpa perhitungan. Sebaliknya,  penggunaan media sosial dengan tujuan dan strategi pengelolaan isu yang edukatif, misalnya, akan memperluas penetrasi parpol pada pemilih mengambang, yang menjadi target dan kepentingan semua parpol menyongsong 2014.

Sejauh ini, konstituen dipelihara dengan cara konvensional melalui aktivitas sosial seperti bazar murah, pembagian sembako, penanggulangan bencana dan sebagainya di akar rumput.  Padahal  aktivitas sosial terbukti selalu menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat.   Transformasi parpol dalam masyarakat lebih efektif bila para politisi memiliki kemampuan teknis managerial mengelola isu yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat. Misalnya,  bagaimana pengurus partai di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, propinsi, dan pusat mengelola situasi dan kondisi tertentu dari masyarakat menjadi representasi kehadairan parpol di tengah masyarakat.  Media sosial memberikan kesempatan bagaimana para politisi melakukan pendidikan politik melalui ide-ide dan isu-isu yang berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu,  media sosial bisa menjadi  agen perubahan politis dalam masyarakat.

Media sosial menciptakan transformasi parpol, khususnya yang berkompetisi di DPR 2009-2014.  Media sosial mengubah budaya dan gaya manajemen lama antara lain: dari loyalitas kepada kharisma individu menjadi loyalitas kepada program kerja team, dari pandangan kader berduit adalah raja menjadi pengurus dan konstituennya masing-masing adalah raja, dari pandangan sponsor pemilu  adalah pengurus partai yang kaya menjadi konstituen adalah sponsor,  dari orientasi hasil suara  (result oriented) menjadi lebih berorientasi proses demokratisasi, dari cara kerja hierarkis vertikal menjadi lebih fungsional horizontal, dari dominasi jabatan dan senioritas menjadi dominasi prestasi dan kerja keras dari setiap kader partai dan simpatisannya.

Peluang Teknologi Informasi

Teknologi informasi  terbukti meningkatkan efisiensi untuk menjangkau konstituen yang lebih luas.   PKS mampu menyedot konstituen yang mengejutkan pada pemilu 2004 kendati pertama kali mengikuti Pemilu lantaran kader PKS akrab dengan teknologi. Kader PKS  di kampus-kampus terus-menerus diberdayakan agar lebih produktif, kreatif, dan inovatif untuk menghadirkan image, cerita, program dan perjuangan PKS di dunia maya. Kini, peningkatan efisiensi transformasi parpol di tengah masyarakat hanya dimungkinkan dengan  aksesibilitas kader dan simpatisannya  ke dunia teknologi informasi, dari desa sampai kota, dari daerah sampai pusat.    Semua parpol lebih efisien, adaptif, kompetitif, dan transformatif terhadap berbagai perubahan dan dinamika pembangunan masyarakat di tingkat lokal, regional dan nasional hanya kalau sumber daya manusianya juga produktif, kreatif dan inovatif dalam mengimplementasikan ide dalam kebutuhan masyarakat.

Persoalan lain adalah efektivitas dan efisiensi transformasi parpol  tak mungkin terjadi bila perekrutmen kader dan pelaksanaan program masih berdasarkan ide-ide sektarian berdasarkan suku, agama, ras dan golongan. Sebab, model  ini  kontraproduktif dengan  tuntutan nilai-nilai global yang merembes sampai ke desa melalui kemajuan teknologi inforamsi. Oleh karena itu, parpol perlu membuat perubahan manajemen  kaderisasi kepengurusan dan simpatisan, misalnya,  bagaimana parpol mengombinasikan para pendiri dan tokoh parpol yang telah berjasa (dari dalam) dengan kader-kader baru yang potensial dari berbagai bidang (dari luar). Mengapa? Kaderisasi  dari dalam perlu dipertahankan demi menjamin kesinambungan. Sedangkan, kaderisasi dari luar dapat berperan sebagai penyegaran, dinamika, dan pembaruan.

Dalam konteks dinamika dan pembaruan  hidup bernegara di dunia Arab awal tahun 2011, kemajuan teknologi informasi berperan sangat besar dalam berkobarnya revolusi di sana.  Jejaring sosial di dunia maya, seperti Facebook, Twitter, dan Flickr, merupakan media di balik meluasnya demonstrasi antipemerintah, yang terbukti sudah menggulingkan dua presiden diktator, Ben Ali di Tunisia dan Mubarak di Mesir.

Strategi Implementasi

Hal-hal yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan transformasi parpol di berbagai bidang kepentingan masyarakat, khususnya mengenai aksesisibilitas terhadap teknologi informasi di tingkat kepengurusan ranting, cabang dan  dan daerah adalah sebagai berikut.

Pertama, pemilihan ketua yang tepat, transparan, obyektif, dan lepas dari berbagai money politics. Perlu melakukan  fit and proper test dengan mekanisme pemaparan program kerja  yang matching antara tuntutan transformasi partai dan dinamika kebutuhan konstituen. Dalam hal ini kita patut memberikan credit point kepada Munas II PKS tahun 2010 yang menggunakan ide ”Partai untuk Semua” untuk mencari solusi atas berbagai tekanan dari rekanan koalisinya di pemerintahan 2009-2014.  Kedua, ada kontrak manajemen aspirasi antara pengurus partai yang menjadi anggota legislatif  dan konstituen yang terukur dan berbatas waktu, misalnya dua tahun dan ditinjau tiap satu tahun. Bila kinerja tak sesuai selama dua tahun berturut-turut, maka anggota legislatif yang bersangkutan harus mundur, kecuali pada kondisi tertentu. Tinjauan dilakukan oleh suatu komite yang beranggotakan orang-orang yang kredibel dan ahli di bidangnya.

Ketiga, jika segenap pengurus dan simpatisan parpol sependapat bahwa faktor ide dan SDM merupakan penentu keberhasilan transformasi parpol menjadi lebih besar porsinya di DPR tahun 2014-2019, seluruh pengurus dan kader parpol harus mendapatkan pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan lebih lanjut. Dalam hal ini, Dewan Pimpinan Pusat masing-masing parpol sebagai shareholder dari semua Kepengurusan Pimpinan Ranting Parpol, Kepengurusan Pimpinan Cabang Parpol, dan Kepengurusan Pimpinan Daerah Parpol dapat berperan seperti inkubator di mana kinerja atau prestasi para pimpinan partai dari berbagai tingkatan dipantau, yang potensial dapat diberi perhatian khusus dalam rangka mengembangkan ide dan program demi meningkatkan jumlah simpatisan dan konstituen idelogis dan pragmatis.  Keempat, program diklat berkala bagi  semua posisi biro strategis melalui analisis  SWOT sehingga teridentifikasi kepentingan parpol dan kebutuhan konstituen.

Jadi, kunci sukses transformasi parpol dalam  masyarakat adalah SDM yang familiar dengan  aplikasi teknologi  informasi selain berkompeten dan berintegritas.  Ciri utama organisasi modern adalah landasannya lebih berbasis pada pengetahuan (intellectual capital) ketimbang aset fisik (physical capital) yang lamban.  Tentu saja, pengetahuan itu berguna bagi pendidikan dan pengembangan masyarakat dalam berbagai sektor.  (Lelo Yosep, Dosen Universitas Bina Nusantara Jakarta dan Ketua Atlasia Stata)

Menuju Simbiosis Komodo-Kelimutu-Flores

Pulau Komodo-Kelimutu-Flores merupakan salah satu dari 15 kawasan wisata tanah air, yang ditetapkan sebagai Destination Management Office (DMO) oleh Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata (PDP) Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada Agustus 2010 lalu. Kawasan lainnya adalah Kota Tua Jakarta, Pangandaran, Danau Toba, Bunaken, Tana Toraja, Mentawai, Bukittinggi, Borobudur, Rinjani, Raja Ampat, Wakatobi, Tanjung Puting, Derawan, Danau Batur-Kintamani, dan Bromo-Tengger-Semeru. Pengembangan 15 DMO ini akan berlangsung 2011-2014.

Ironisnya Dirjen PDP memprediksikan keberhasilan pengembangan 15 DMO itu membutuhkan 30 tahun. Khusus soal Pulau Komodo-Kelimutu-Flores, prediksi itu bisa menjadi kenyataan kalau saat ini kita memperhatikan masalah dua faktor strategis penunjangnya.

Pertama, masalah manajemen data dan informasi stakeholders di website Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Di sana,  hanya ada 19 dari 400-an alamat pemda kabupaten/kota yang menangani kebudayaan dan/atau pariwisata di seluruh Indonesia dan kita samasekali tidak temukan alamat pemda kabupaten/kota yang berhubungan langsung dengan Pulau Komodo-Kelimutu-Flores.  Alamat 19 pemda kabupaten/kota yang tercantum di website itu ,  yaitu Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Samosir;  Pemerintah Kabupaten Toba Samosir;  Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Mentawai;  Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto;  Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Bangka; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjung Pinang; Dinas Kebudayaan, Kesenian & Pariwisata Teluk Kuantan; Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Pagar Alam; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ogan Komering Ilir; Dinas Pariwisata Kabupaten Garut; Badan Pembinaan dan Promosi Kota Bandung; Dinas Informasi Kepariwisataan dan Kebudayaan Kota Bogor; Dinas Pariwisata Kabupaten Kendal; Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Probolinggo; Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bima; Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Berau; Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Perhubungan Kabupaten Pohuwato; Dinas Perhubungan dan Pariwisata Kabupaten Bone Bolango; dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wakatobi. Langkah yang bisa dilakukan untuk mengintegrasikan data dan informasi antara pusat dan stakeholders di daerah  antara lain memantau standar prosedur koordinasi.  Sebab, disintegrasi data dan informasi soal pengembangan destinasi pariwisata adalah cermin dari karut-marutnya birokrasi.

Kedua, ketertinggalan kualitas sumber daya manusia (SDM).  SDM di pemda kabupaten/kota umumnya dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata khususnya menjadi titik penting pencapaian DMO Pulau Komodo-Kelimutu-Flores yang inovatif, efisien dan efektif. Mentalitas feodal aparat pemda kabupaten/kota setempat merupakan kendala tersendiri. Mentalitas feodal ini menyebabkan kurangnya sinergi dan kerja sama lintas sektor dan lintas daerah.

Oleh karena itu, inovasi, efisiensi, dan efektivitas pengembangan DMO Pulau Komodo-Kelimutu-Flores memerlukan perbaikan sektor pendidikan dan pelatihan bagi aparat pemda kabupaten/kota di Flores. Jika kemampuan atau ketrampilan aparat pemda/kota meningkat, maka mereka akan membuat DMO Pulau Komodo-Kelimutu-Flores lebih efisien dan adaptif terhadap berbagai perubahan kompetisi regional.

Kami coba akselerasi implementasi DMO Pulau Komodo-Kelimutu-Flores dengan branding tagline “Simbiosis”. Branding tagline “Simbiosis” merupakan kesimpulan dan saran atas hasil penelitian pada Januari 2010 di Daerah Kabupaten Manggarai Barat.  Permasalahan terletak pada pengembangan, pengelolaan dan retribusi Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yangterkonsentrasi di Kecamatan Komodo, khususnya di Pulau Komodo dan sekitarnya. Padahal Daerah Manggarai Barat memiliki 79 ODTW yang tersebar di 7 kecamatan, yaitu Kecamatan Komodo dengan ibukota Labuan Bajo, Kecamatan Boleng dengan ibukota Terang; Kecamatan Sano Nggoang dengan ibukota Werang; Kecamatan Lembor dengan ibukota Wae Nakeng; Kecamatan Welak dengan ibukota Orong; Kecamatan Kuwus dengan ibukota Golowelu; dan Kecamatan Macang Pacar dengan ibukota Bari.

Komodo merupakan identitas dan representasi dari 78 ODTW di Daerah Kabupaten Manggarai Barat.  Branding tagline “Simbiosis” berfungsi sebagai “awareness campaign” yang memiliki asosiasi positif, imaginatif, dan mudah dipahami oleh shareholders, stakeholders, dan masyarakat tentang pengembangan ODTW terpadu. Harus diingat pula arti “kampanye” adalah “to win the heart” of people. Semua wisatawan. (Lelo Yosep, Dosen Universitas Bina Nusantara Jakarta dan Pendiri Atlasia Stata)